Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan
17.000 pulau. Selain itu Indonesia juga memiliki beragam budaya yanga bebeda-beda.
Dari perbedaan inilah yang menjadi suatu keunikan yang tercermin dalam
adat-istiadat, suku agama dan ras.
Kebudayaan itu menyangkut pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak
berakar pada nalurinya karena itu hanya bisa di cetuskan oleh manusia sesudah
sesatu proses belajar. Konsep itu sangat luas karena berkaitan dengan aktivitas
manusia dalam kehidupannya. Manggarai merupakan salah satu suku bangsa yang
berada di pulau Flores Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat terlihat jelas dari
pola kehidupan sosial yang berpola pada wa’u
(klen). Selain itu juga budaya Manggarai sangat teerlihat unik terhadap nilai
luhur dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.
B. TIGA WUJUD KEBUDAYAAN
Menurut
J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu : gagasan,
aktivitas, dan artefak.
1. Gagasan (Wujud ideal)
Wujud
ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak;
tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan
ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (tindakan)
Aktivitas
adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3. Artefak (karya)
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.
Dalam
kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
C. UNSUR
KEBUDAYAAN UNIVERSAL MANGGARAI YAKNI :
1.
Sistem religius (homo religius)
Sistem religious merupakan produk manusia
sebagai homo religius.Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan
luhur tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha
besar. Karena itu manusia takut sehingga menyembahnya dan lahirlah kepercayaan
yang sekarang menjadi agama.
Pada dasarnya orang Manggarai menganut sistem religi
yakni “Monoteis” adanya kepercayaan
terhadap wujud tertinggi yang di sebut “Mori Kraeng- Mori jari dedek”. Tetapi dari
segi adat orang Manggarai juga menyembah hal-hal yang gaib, sehingga munculnya
kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
Yang termasuk dalam Animisme adalah :
Compang (mesbah)
Merupakan suatu tempat yang didirikan di tengah-tengah
kampung dan bermakna sebagai kebersamaan. Compang pada umumnya berbentuk bulat
(lingkaran). Orang Manggarai mempercayai bahwa dalam compang tersebut terdapat
kekuatan yang super natural untuk
menjaga suatu wilayah yang biasa di sebut “Naga beo” untuk menjaga ketentraman
warga kampung dalam kehidupan sehari-hari. Orang manggarai akan melakukan acara
ritual pada saat tertentu dengan memeberikan persembahan atau yang sering di
sebut “takung ” melambangkan sebagai tanda ucapan terima kasih. Compang yang
berbentuk bulat mengandung makna yakni kekerabatan. Sehingga orang manggarai
mengeluarkan istilah = Muku ca pu’u toe woleng curup (kesatuan kata); Ipung ca
tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan); Teu ca ambong neka woleng lako
(kesatuan langkah).
Yang termasuk dalam Dinamisme adalah :
Rangga
kaba (tanduk kerabau)
Arti simbolik dari Tanduk
Kerbau mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yakni kemanusiaan yang bermakna
cita-cita agar keturunan kuat seperti kerbau dan bekerja keras. Konsep
ideologis tanduk kerbau sering di gunakan dalam Go’et –Go’et ( pribahasa) uwa haeng wulang langkas haeng ntala
(tinggi sampai bulan dan jangkauan sampai langit).
2.
Sistem organisasi kemasyarakatan (homo
socius)
Merupakan
produk manusia sebagai homo socius.Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah namun
memiliki akal maka disusunlah organisasi kemasyarakatan dimana manusia bekerja
sama untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Sejak zaman dahulu masyarakat Manggarai sudah mengenal
sistem organisasi sosial dalam bentuk lembaga adat pada suatu wilayah. Dalam
lembaga adat terdapat Tu,a golo, Tu,a
Gendang dan Tu, Teno
a.
Tu,a golo merupakan orang dari keturunan tertua (ranga kae) yang di pilih secara
musyawarah dan berlaku secara turun-temurun. Tugas dan fungsi tu’a golo adalah
mengatur tata kehidupan masyarakat dalam segi kehidupan. Tugas
Tu’a Golo adalah sebagai pemimpin rakyat gendang dalam hal urusan harian
seperti ketertiban warga gendang, menjaga keamanan warga dan kebun warga. Dan
persyaratan menjadi Tu’a Golo adalah orang yang bijaksana, mampu menyelesaikan
masalah dalam wilayah gendang. Dalam musyawarah gendang, dia adalah pemimpin
sidang, khusus di luar kekuasaan Tu’a Teno. Tetapi dia harus taat kepada
kebijaksanaan Tu’a Gendang yang merupakan sesepuh-sesepuh agung gendang.
b.
Tu,a gendang merupakan kekuasaan tertinggi yang mengepali rumah
adat dan berhak atas gong, gendang sebagai pengangkat upara adat. Apabila ada
musyawarah yang berkaitan dengan adat harus di lakukan di rumah gendang. Tu,a
gendang bertanggungjawab atas
pelaksanaan serta kelancaranya suatu musyawah tersebut.
Tu’a gendang sangat berkaitan erat dengan urusan kebun komunal
(lingko) yang sering di uncap dalam istilah gendang’n
onen lingko’n pe’ang . pembukaan
kebun baru dianggap sah apabila telah di resmikan seacra adat, yang berarti
tu,a gendang yang berhak dan bertanggung jawab
atas pembukaan kebun baru tersebut.
c.
Tu,a teno melaksanakan hal-hal yang teknis dalam pembukaan
kebun (lingko) yang di pandang mampu dan bijak dalam mengatur untuk kepentingan
bersama dalam pembukaan kebun setra
semua urusan adat yang berkaitan dengan kebun. Tu,a teno menjalankan tugasnya
setelah mendapat persetujuan dari tu,a
gendang dari hasil musyawarah
3. Sistem pengetahuan (homo safiens)
Merupakan
prodak manusia sebagai homo safiens.
Pengetahuan
dapat diperoleh dari pemikiran sendiri maupun dari orang lain.
Sejak
dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna
maupun flora dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat
Manggarai yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup
tentang flora, tentang tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi
kehidupannya. Begitupun
pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai
pada dasarnya senang beternak dan berburu.
4. Sistem
mata pencaharian hidup dan system ekonomi (homo ekonomicus)
Merupakan
produk manusia sebagai homo economicus, yaitu menjadikan tingkat kehidupan
manusia secara umum terus meningkat.
Aktivitas ekonomi sudah sangat kenal lama oleh
masyarakat Manggarai bahkan seusia masa peadaban yang dimilikinya. Sama halnay
dengan sub-sistem sosial yang lain. Masyarakat Manggarai senantiasa melekat
pada nuansa-nuansa religi. Pesta kebun adalah acara syukuran atas Mori agu
dedek dan kepada arwah nenek moyang atas hasill padi dan jagung yang di
peroleh. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara
silih yang dilakukan agar kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama
penyakit yang mengganggu tanaman.
Sejak
tahun 1938, pembukaan sawah dengan sistem irigasi sudah dikenal di Manggarai.
Semula sistem irigasi persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa
asing. Tapi, setelah melihat hasil pekerjaan orang yang mengerjakan jauh lebih
baik dan menjanjikan, maka sistem irigasi pun secara berangsur-angsur mulai
ditiru dan kemudian malah menjadi kegiatan primadona.
5. Sistem
peralatan hidup dan tehnologi (homo faber)
Merupakan
produk manusia sebagai homo faber.
Bersumber
dari pemikirannya yang cerdas dan dibantu dengan tangannya manusia dapat
membuat dan mempergunakan alat, dengan alat-alat ciptaannya itulah manusia
dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya .
Masyarakat
Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan atau
perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Secara
tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah.
Dalam
hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan yang sekaligus
menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan
latar belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai
angka keramat karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima
jari kaki), mosa lima (lima jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda
lima, wase lima, lampek lima. Untuk
pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan pakaiannya
terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun). Sementara
untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya terbuat
dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar.
Begitupun
teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat
Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer
sehingga menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak. Masyarakat Manggarai sejak dulu
juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan yang berasal dari daun-daunan,
misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk mengobati sakit perut, kayu
sita, untuk pengombatan disentri.
Sebelum
mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal
perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian.
Sementara alat perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau, tali
ijuk.
6. Sistem bahasa (homo longuens)
Merupakan
produk manusia sebagai homo longuens.
Mengutip
hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD yang dilakukannya sebelum 1950
menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di
pulau Komodo, bahasa Werana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong
yang wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa
Rajong di wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima
kelompok dialeg, termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh.
Pengelompokkan
bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya di
Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan
genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wa’u (klen patrilineal) dan
perkawinan pun patrilokal. Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara
baik secara turun temurun.
7. Kesenian
Merupakan
hasil dari manusia dalam keberadaannya sebagai homo esteticus.
Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang
berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti seni sastra, musik, tari, lukis,
disain dan kriya. Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis yang sudah
mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni
pertunjukan caci dan seni rupa (kriya), songke.
Caci
sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni
gerak (lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai
persatuan, ekspresi suka cita, nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri.
Sementara Seni kriya songke sarat
dengan nilai dan simbol. Warna dasar hitam pada songke melambangkan sebuah arti
kebesaran dan keagungan orang Manggarai serta kepasrahan bahwa semua manusia
akhirnya akan kembali pada Yang Maha Kuasa. Sedangkan aneka motif bunga pada
kain songke mengandung banyak makna sesuai motif itu sendiri seperti motif wela
kawong bermakna interdependensi antara manusia dengan alam sekitarnya serta Motif ranggong
(laba-laba) bersimbol kejujuran dan kerja keras.
Dalam seni sastra orang Manggarai memiliki kemampuan
berkata-kata dalam bentuk mantra, bahasa berhias, pepatah, peribahasa,
perumpamaan,pemeo, tamsil, ibarat, dan pantun. Berupa mantra seperti : jing-perjing, setang-persetan, kapu tana
lopat mata, lengkang hau jing (jin atau setan, enyalah engkau kuasailah
wahai penguasa tanah dan biarkan mata setan buta terhadap tanaman kami). Dalam
pepatah megatakan na waen pake, na rukun
rukus ( katak berprilaku katak, kepiting berlaku kepiting yang atrinya buah
jatuh tidak jauh dari pohon). Berupa pribahasa misalnya dalam ungkapan la’it
merkani bang perkakas (kapok, biar mampus, tidak ada apa-apa lagi dalam
dirimu). Tamsil dalam ungkapan tara te’e neho muku tara lando neho teu (akan
masak seperti pisang, akan bunga seperti tebu) yang atrinya segala sesuatu ada
akibatnya. Sedangkan prosa muncul dalam berbentuk dongeng, silsilah dan
sejarah. Sejarah bersifat umum dan memiliki sejarah disetiap masing-masing suku
sesuai klen patrilinear.