Selasa, 11 Oktober 2016

UNSUR KEBUDAYAAN MANGGARAI






A.    PENDAHULUAN

      Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan 17.000 pulau. Selain itu Indonesia juga memiliki beragam budaya yanga bebeda-beda. Dari perbedaan inilah yang menjadi suatu keunikan yang tercermin dalam adat-istiadat, suku  agama dan ras. Kebudayaan itu menyangkut pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada nalurinya karena itu hanya bisa di cetuskan oleh manusia sesudah sesatu proses belajar. Konsep itu sangat luas karena berkaitan dengan aktivitas manusia dalam kehidupannya. Manggarai merupakan salah satu suku bangsa yang berada di pulau Flores Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat terlihat jelas dari pola kehidupan sosial yang berpola pada wa’u (klen). Selain itu juga budaya Manggarai sangat teerlihat unik terhadap nilai luhur dan moral dalam kehidupan bermasyarakat.

B.     TIGA WUJUD KEBUDAYAAN

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga, yaitu : gagasan, aktivitas, dan artefak.
1.      Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2.      Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
3.    Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.

C.    UNSUR KEBUDAYAAN UNIVERSAL MANGGARAI  YAKNI :

1.      Sistem religius (homo religius)
Sistem religious merupakan produk manusia sebagai homo religius.Manusia yang memiliki kecerdasan pikiran dan perasaan luhur tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha besar. Karena itu manusia takut sehingga menyembahnya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama.
Pada dasarnya orang Manggarai menganut sistem religi yakni “Monoteis”  adanya kepercayaan terhadap wujud tertinggi yang di sebut  “Mori Kraeng- Mori jari dedek”. Tetapi dari segi adat orang Manggarai juga menyembah hal-hal yang gaib, sehingga munculnya kepercayaan Animisme dan Dinamisme.
Yang termasuk dalam Animisme adalah :
Compang (mesbah)
Merupakan suatu tempat yang didirikan di tengah-tengah kampung dan bermakna sebagai kebersamaan. Compang pada umumnya berbentuk bulat (lingkaran). Orang Manggarai mempercayai bahwa dalam compang tersebut terdapat kekuatan yang super natural  untuk menjaga suatu wilayah yang biasa di sebut “Naga beo” untuk menjaga ketentraman warga kampung dalam kehidupan sehari-hari. Orang manggarai akan melakukan acara ritual pada saat tertentu dengan memeberikan persembahan atau yang sering di sebut “takung ” melambangkan sebagai tanda ucapan terima kasih. Compang yang berbentuk bulat mengandung makna yakni kekerabatan. Sehingga orang manggarai mengeluarkan istilah = Muku ca pu’u toe woleng curup (kesatuan kata); Ipung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan); Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah).
Yang termasuk dalam Dinamisme adalah :
Rangga kaba (tanduk kerabau)
Arti simbolik dari Tanduk Kerbau mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yakni kemanusiaan yang bermakna cita-cita agar keturunan kuat seperti kerbau dan bekerja keras. Konsep ideologis tanduk kerbau sering di gunakan dalam Go’et –Go’et ( pribahasa) uwa haeng wulang langkas haeng ntala (tinggi sampai bulan dan jangkauan sampai langit).

2.      Sistem organisasi kemasyarakatan (homo socius)
Merupakan produk manusia sebagai homo socius.Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah namun memiliki akal maka disusunlah organisasi kemasyarakatan dimana manusia bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Sejak zaman dahulu masyarakat Manggarai sudah mengenal sistem organisasi sosial dalam bentuk lembaga adat pada suatu wilayah. Dalam lembaga adat terdapat Tu,a golo, Tu,a Gendang dan Tu, Teno

a.       Tu,a golo merupakan orang dari keturunan tertua (ranga kae) yang di pilih secara musyawarah dan berlaku secara turun-temurun. Tugas dan fungsi tu’a golo adalah mengatur tata kehidupan masyarakat dalam segi kehidupan. Tugas Tu’a Golo adalah sebagai pemimpin rakyat gendang dalam hal urusan harian seperti ketertiban warga gendang, menjaga keamanan warga dan kebun warga. Dan persyaratan menjadi Tu’a Golo adalah orang yang bijaksana, mampu menyelesaikan masalah dalam wilayah gendang. Dalam musyawarah gendang, dia adalah pemimpin sidang, khusus di luar kekuasaan Tu’a Teno. Tetapi dia harus taat kepada kebijaksanaan Tu’a Gendang yang merupakan sesepuh-sesepuh agung gendang.
b.      Tu,a gendang merupakan kekuasaan tertinggi yang mengepali rumah adat dan berhak atas gong, gendang sebagai pengangkat upara adat. Apabila ada musyawarah yang berkaitan dengan adat harus di lakukan di rumah gendang. Tu,a gendang bertanggungjawab atas  pelaksanaan serta kelancaranya suatu musyawah tersebut.
Tu’a gendang sangat berkaitan erat dengan urusan kebun komunal (lingko) yang sering di uncap dalam istilah gendang’n onen lingko’n  pe’ang . pembukaan kebun baru dianggap sah apabila telah di resmikan seacra adat, yang berarti tu,a gendang yang berhak dan bertanggung jawab  atas pembukaan kebun baru tersebut.
c.       Tu,a  teno melaksanakan hal-hal yang teknis dalam pembukaan kebun (lingko) yang di pandang mampu dan bijak dalam mengatur untuk kepentingan bersama dalam pembukaan kebun  setra semua urusan adat yang berkaitan dengan kebun. Tu,a teno menjalankan tugasnya setelah mendapat persetujuan dari  tu,a gendang dari hasil musyawarah

3.       Sistem pengetahuan (homo safiens)
Merupakan prodak manusia sebagai homo safiens. Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikiran sendiri maupun dari orang lain.
Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna maupun flora dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat Manggarai yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang flora, tentang tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya. Begitupun pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai pada dasarnya senang beternak dan berburu.

4.      Sistem mata pencaharian hidup dan system ekonomi (homo ekonomicus)
Merupakan produk manusia sebagai homo economicus, yaitu menjadikan tingkat kehidupan manusia secara umum terus meningkat.
Aktivitas ekonomi sudah sangat kenal lama oleh masyarakat Manggarai bahkan seusia masa peadaban yang dimilikinya. Sama halnay dengan sub-sistem sosial yang lain. Masyarakat Manggarai senantiasa melekat pada nuansa-nuansa religi. Pesta kebun adalah acara syukuran atas Mori agu dedek dan kepada arwah nenek moyang atas hasill padi dan jagung yang di peroleh. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara silih yang dilakukan agar kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama penyakit yang mengganggu tanaman.
Sejak tahun 1938, pembukaan sawah dengan sistem irigasi sudah dikenal di Manggarai. Semula sistem irigasi persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa asing. Tapi, setelah melihat hasil pekerjaan orang yang mengerjakan jauh lebih baik dan menjanjikan, maka sistem irigasi pun secara berangsur-angsur mulai ditiru dan kemudian malah menjadi kegiatan primadona.
5.      Sistem peralatan hidup dan tehnologi (homo faber)
Merupakan produk manusia sebagai homo faber.
Bersumber dari pemikirannya yang cerdas dan dibantu dengan tangannya manusia dapat membuat dan mempergunakan alat, dengan alat-alat ciptaannya itulah manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya . Masyarakat Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Secara tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah.
Dalam hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan yang sekaligus menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan latar belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai angka keramat karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari kaki), mosa lima (lima jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima, wase lima, lampek lima. Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan pakaiannya terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun). Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar. Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak. Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan yang berasal dari daun-daunan, misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk mengobati sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri. Sebelum mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.

6.       Sistem bahasa (homo longuens)
Merupakan produk manusia sebagai homo longuens.                
Mengutip hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD yang dilakukannya sebelum 1950 menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau Komodo, bahasa Werana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg, termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh.
Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wa’u (klen patrilineal) dan perkawinan pun patrilokal. Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.

7.       Kesenian
Merupakan hasil dari manusia dalam keberadaannya sebagai homo esteticus.
 Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti seni sastra, musik, tari, lukis, disain dan kriya. Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis yang sudah mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni pertunjukan caci dan seni rupa (kriya), songke.
Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni gerak (lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan, ekspresi suka cita, nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri.
Sementara Seni kriya songke sarat dengan nilai dan simbol. Warna dasar hitam pada songke melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Manggarai serta kepasrahan bahwa semua manusia akhirnya akan kembali pada Yang Maha Kuasa. Sedangkan aneka motif bunga pada kain songke mengandung banyak makna sesuai motif itu sendiri seperti motif wela kawong bermakna interdependensi antara manusia dengan alam sekitarnya serta Motif ranggong (laba-laba) bersimbol kejujuran dan kerja keras.
Dalam seni sastra orang Manggarai memiliki kemampuan berkata-kata dalam bentuk mantra, bahasa berhias, pepatah, peribahasa, perumpamaan,pemeo, tamsil, ibarat, dan pantun. Berupa mantra seperti : jing-perjing, setang-persetan, kapu tana lopat mata, lengkang hau jing (jin atau setan, enyalah engkau kuasailah wahai penguasa tanah dan biarkan mata setan buta terhadap tanaman kami). Dalam pepatah megatakan na waen pake, na rukun rukus ( katak berprilaku katak, kepiting berlaku kepiting yang atrinya buah jatuh tidak jauh dari pohon). Berupa pribahasa misalnya dalam ungkapan  la’it merkani bang perkakas (kapok, biar mampus, tidak ada apa-apa lagi dalam dirimu). Tamsil dalam ungkapan tara te’e neho muku tara lando neho teu (akan masak seperti pisang, akan bunga seperti tebu) yang atrinya segala sesuatu ada akibatnya. Sedangkan prosa muncul dalam berbentuk dongeng, silsilah dan sejarah. Sejarah bersifat umum dan memiliki sejarah disetiap masing-masing suku sesuai klen patrilinear.


 

HAL PENTING DALAM PEMBANGUNAN PARIWISATA FLORES

Pariwisata memiliki peran penting karena bisa menjadi sektor andalan pertumbuhan ekonomi, pendapatan daerah, dan penghasil devisa nega...